BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan
yang telah dipanen masih merupakan benda hidup. Benda hidup disini dalam
pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu
proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk
buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami
perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
kimiawinya serta mutu dari produk tersebut.
Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti
terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida (respirasi), serta penguapan uap air dari dalam
produk tersebut yang dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura saat berada pohon
tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju
pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen
kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat
mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga tidak
dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah
dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu
keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang
telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut
terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan
atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan
tidak bernilai sama sekali.
Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen
tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk
mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut berjalan
lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah
dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi tepat
mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya.
Produk yang dipanen sebelum atau kelewat tingkat kemasakannya maka produk
tersebut mempunyai nilai atau mutu yang tidak sesuai dengan keinginan
pengguna/SNI (Standart Nasional Indonesia).
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen
(pasca panen) sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat
perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan
konsumen sekalipun. Walaupun hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang
maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian
maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya.
Seperti diketahui bahwa umur simpan produk hortikultura relatif tidak tahan
lama.
1.2
TUJUAN
1
Memenuhi
tugas mata kuliah Panen pasca panen
2
Agar
mahasiswa
dapat menjelaskan
pengertian yang dimaksud dengan kemunduran yang sering dialami produk – produk
pertanian ( buah dan sayur ).
3
Agar
mahasiswa dapat mengetahui proses tahapan yang
termasuk ke dalam penanganan kemunduran dalam pasca panen.
4
Agar
mahasiswa mampu
menjelaskan hubungan Pentingnya
fase pasca panen terhadap produk –
produk pertanian ( buah dan sayur ) yang sering mengalami kemunduran.
5
Mampu menyebutkan beberapa metode dalam penanganan
kemunduran produk – produk pertanian ( buah dan sayur )
BAB II
PRODUK – PRODUK PERTANIAN YANG
SERING MENGALAMI KEMUNDURAN
2.1 PENGERTIAN
KEMUNDURAN
Kemunduran produk
buah dan
sayur mulai terjadi begitu
setelah panen.
Kemunduruan
adalah batasan yang digunakan untuk
menggambarkan
segala perubahan
yang mengarah pada
kehilangan mutu
seiring
dengan adanya
perubahan
fisiologi, kerusakan mekanis,
kehilangan
air dan segala bentuk
kerusakan lainnya dari produk.
Setelah panen, produk
secara berlanjut melakukan
seluruh
aktivitas hidupnya seperti
sebelum
dilakukan
pemanenan. Dikatakan bahwa produk buah dan
sayur pascapanen adalah
hidup, merupakan statemen yang sederhana, padahal terkandung banyak
implikasi dengan
aktivitas hidup cukup rumit dengan berbagai macam stres yang dialaminya. Produk segar
mulai
pula menuju
kematian segera setelah dipisahkan
dari tanaman
induknya, dia hanya
mampu
menjaga
nilai pasarnya
semasih dia dapat hidup.
Kehilangan air dari produk
hortikultura saat berada pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau
diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang
telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk
tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat
juga tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk
yang telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi
pada suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk
tersebut.
Pada dasarnya mutu suatu produk
hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan
adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses
kerusakan tersebut berjalan lambat. Berarti bahwa mutu yang baik dari suatu
produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk
tersebut dipanen pada kondisi tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan
yang dibutuhkan oleh penggunanya.
2.2 JENIS KEMUNDURAN ATAU KERUSAKAN PADA PRODUK
HORTIKULTURA
2.2.1 Kehilangan Berat dan Kualitas
Secara umum
produk hortikultura yang telah dipanen sebelum sampai ke konsumen atau dalam
simpanan penyebab kerusakan yang utama adalah terjadinya kehilangan air dari
produk tersebut. Kalau kehilangan air dari dalam produk yang telah
dipanen jumlahnya relatif masih kecil mungkin tidak akan menyebabkan
kerugian atau dapat ditolelir, tetapi apabila kehilangan air tersebut jumlahnya
banyak akan menyebabkan hasil panen yang diperoleh menjadi layu dan bahkan
dapat menyebabkan produk hortikultura menjadi mengkerut.
2.2.2 Mikroorganisme
Agar produk
hortikultura tidak lekas layu maka dalam penyimpanannya diusahakan kelembaban
lingkungan simpannya tinggi, tetapi kondisi kelembaban tinggi dipenyimpanan
sering menyebabkan munculnya jamur pada permukaan produk hortikultura yang
disimpan. Munculnya jamur pada permukaan produk hortikultura yang disimpan akan
menyebabkan kenampakan produknya menjadi kurang menarik atau jelek sehingga
akan menurunkan nilai kualitas dari produk tersebut.
Agar produk
hortikultura yang disimpan tidak cepat mengalami proses kerusakan oleh
mikroorganisme, diantaranya diupayakan dengan:
·
Menjaga kebersihan pada seluruh ruang penyimpanan
·
Menjaga sirkulasi udara pada ruang
·
Mengurangi terjadinya proses pegembunan pada produk yang
dikemas
·
Mengurangi / menghindari menjalarnya perkembangan spora
dari jamur.
·
Menggunakan bahan pencegah jamur, misalnya: dengan uap
yang sangat panas selama kurang lebih dua (2) menit pada ruang simpan atau
kalau sangat terpaksa dipergunakan bahan kimia seperti: Sodium Hypochlorit /
trisodium Phosphat, larutan Calsium Hypochlorit.
2.3 FAKTOR – FAKTOR PEMICU
KEMUNDURAN
Produk pascapanen dihadapkan
pada lima bentuk
stres utama yang memacu laju
kemunduran yang
mengakibatkan berkurangnya masa
simpan. Pemacu tersebut adalah:
2.3.1 Hilangnya suplai air
terhadap produk.
Semasih produk melekat
pada tanaman induknya, produk tersebut mendapatkan suplai air yang diserap
melalui sistem perakarannya. Air ini kemudian didistribusikan
ke seluruh struktur
tanaman (melalui
jaringan xylem). Di lain
pihak, air yang
disuplai
secara berlanjut dilepaskan lagi melalui
proses transpirasi. Saat panen, suplai
air
tersebut mulai terhenti, namun
transpirasi
masih tetap berlangsung. Kebanyakan produk buah dan sayuran dibentuk oleh air yang banyak (>80%),
bahkan pada
beberapa produk, seperti selada dan seladri batang, kandungan
airnya sampai 95%.
Hanya 2-3%
dari air
tersebut
digunakan untuk proses
biokimia dan menjaga turgiditas dari sel-
sel.Turgiditas mencerminkan kandungan
air sel. Turgiditas sangat penting sebelum dilakukan pemanenan
dalam menyediakan dukungan
mekanis; untuk ketegarannya setelah panen,
untuk komponen mutu seperti keberairan (juiceness), kerenyahan
(crispness) dan kenampakan (appearance). Transpirasi setelah panen menyebabkan
pengkerutan dan pelayuan, sehingga menurunkan mutu produk.
2.3.2 Tidak adanya tingkat sinar untuk
aktivitas fotosintesis.
Setelah
panen, produk dikemas dalam suatu kemasan, kemudian ditempatkan di dalam ruang pendingin atau
kendaraan transportasi yang gelap atau mempunyai intensitas sinar yang rendah. Kondisi ini mencegah proses
fotosintesis,
yang merupakan mekanisme tanaman untuk memperoleh makanan.
Sebagai akibatnya, tidak terjadi
produksi makanan setelah pemanenan.
2.3.3 Penempatan pada regim suhu di luar normal suhu lingkungannya.
Ketika produk masih melekat
pada tanaman induknya, dia dihadapkan pada
pola perubahan suhu yang normal
(siang/malam).
Suhu di
mana produk diekspos sebelum panen sangat berbeda dengan regim suhu selama periode
pascapanennya. Suhu selama pascapanennya dapat menyebabkan percepatan kemunduran.
2.3.4 Adanya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh pemanenan.
Proses pemanenan menyebabkan
kerusakan
mekanis, menyebabkan produk menjadi stress dan perubahan rekasi
metabolisme.Produk secara alami akan memproduksi etilen
sebagai respon
adanya kerusakan. Etilen adalah hormon
tanaman
yang mengendalikan
fase pelayuan
(atau
kematian) di dalam tanaman. Pada produk buah dan sayur
setelah panen, peningkatan produksi
etilen akan
mengakibatkan
peningkatan
laju kemunduran
atau kelayuan, yang sangat tidak diinginkan.
2.3.5 Meningkatnya kepekaan dari serangan
mikroorganisme
pembusuk mulai panen dan
selama penanganan
pascapanennya.
Kondisi
alami produk buah dan
sayur, bahwa saat
panen pada
permukaannya dilabuhi
oleh berbagai spesies microorganisme (selain infeksi laten), baik patogenik mapun nonpatogenik.
Kebanyakan pathogen
tidak agresif menyerang produk segar,
mereka membutuhkan
entry site untuk menginvasi jaringan dan melakukan infeksi.Panen akan
mengkreasi berbagai tempat dari
patogen untuk melakukan invasi, seperti adanya
kerusakan mekanis,
fisiologi dan kerusakan karena insekta. Semakin
banyak kerusakan-kerusakan tersebut, maka semakin tinggi kepekaannya terhadap infeksi mikroorganisme.
2.4 Karakteristik Umum Produk Pascapanen
Semua produk
pascapanen buah
dan sayur adalah berupa bagian
tanaman hidup. Pengertian ”hidup”
mencerminkan bahwa produk tersebut masih melakukan proses fisiologi normalnya.
Proses fisiologi
yang terjadi
meliputi fotosintesis,
respirasi, transpirasi dan pelayuan.
2.4.1. Fotosintesis
Fotosintesis adalah
suatu
proses pada tanaman hijau untuk merubah
Gambar 4.1. Siklus fotosintesis dan respirasi di dalam tanaman.
energi matahari, dengan ketersediaan CO2
dan H2O menjadi
karbohidrat dan O2 (Gambar
4.1).Proses ini hanya bisa
terjadi bila ada sinar. Sinar tersebut
harus
dengan
intensitas tinggi untuk bisa terjadinya
fotosintesis yang aktif. Pada fase pascapanen, sinar sering
ditiadakan atau
ada sinar, tetapi jauh di bawah intensitas yang dapat digunakan untuk fotosintesis. Dari pandangan pascapanen, fotosintesis atau
produksi karbohidrat
berhenti pada saat pemanenan.
Ini berarti bahwa proses hidup
yang terjadi setelah panen harus menggunakan
karbohidrat
cadangan
yang
terbatas jumlahnya dan terus menurun jumlahnya
selama periode pascapanen. Karena produk segar yang dimakan adalah memanfaatkan
karbohidratnya, sehingga berkurangnya karbohidrat tersebut harus diminimalkan.
2.4.2. Respirasi
Respirasi dijadikan sebagai indikator dari aktivitas metabolisme dalam jaringan. Aktivitas ini memecah
karbohidrat
yang diproduksi selama
proses fotosintesis dengan
ketersediaan
O2 yang menghasilkan
CO2, H2O dan energi. Proses ini tidak memerlukan
air, dan terjadi siang-malam. Tujuan dari
teknik pascapanen adalah menurunkan laju
respirasi yang berarti pula menurunkan perombakan
karbohidrat, Respirasi setelah
panen haruslah
dipandang sebagai berikut:
·
Karbohidrat tersimpan yang dihasilkan oleh proses fotosintesis
tidak
lagi dihasilkan (pada
kebanyakan produk) setelah panen. Karena itu penggunaan
karbohidrat
setelah panen akan menurunkan nilai
produk
sebagai sumber karbohidrat dan beberapa perubahan mutu akan
terjadi.
·
Oksigen (O2) dibutuhkan untuk
proses respirasi. Suplai O2 harus dijaga
untuk
tetap
terjadi ke dalam
sel
produk jika diinginkan produk
tersebut masih tetap hidup.
·
Karbondioksida
(CO2) dihasilkan. Gas ini harus dilepaskan, biasanya dengan pengaturan ventilasi yang baik.
·
Air
(H2O) dihasilkan. Air ini berpengaruh terhadap
komposisi dan tekstur dari produk.
Respirasi memproduksi panas.
Setiap gram berat
molekul glukosa yang direspirasikan
menghasilkan
673 joules
energi panas. Panas yang dihasilkan ini menyebabkan masalah selama
pendistribusian produk buah dan sayur tersebut.
Respirasi sangat tergantung pada
suhu (Gambar 4.1). Awal peningkatan
respirasi
sejalan atau linier dengan peningkatan suhu (mulai dari 0oC). Ini menunjukkan peningkatan laju
respirasi
yang
signifikan sejalan
dengan mening- katnya suhu. Hardenburg
et al. (1986) mengatakan bahwa setiap
peningkatan
suhu 10oC, laju respirasi secara kasar
meningkat 2 – 3 kali.
Jika suhu meningkat
di
atas 30oC, grafik menjadi mendatar, memperlihatkan peningkatan laju
respirasi
yang kecil. Jika
produk di ekspos pada
suhu sekitar 45oC atau lebih tinggi, produk mulai mati dan respirasi mulai terhenti atau
menurun cepat menuju kematian. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi suhu produk
(tanpa membunuh produk), kecepatan respirasi dipercepat dan kemunduran dipercepat
pula.Sebaliknya, semakin rendah suhu produk (tanpa membekukan
produk),
semakin rendah pula laju
respirasi dan laju kemunduran akan
diperlambat
pula.
Jaringan tanaman
muda mempunyai laju
respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan
yang
telah dewasa. Produk
seperti brokoli, jagung manis, asparagus, buncis , polong hijau dan
bunga potong mempunyai laju respirasi yang tinggi. Laju respirasi untuk setiap
produk tersebut ditentukan
oleh suhu dari
produk tersebut.
Gambar 4.2 laju respirasi
Ada dua pola umum respirasi dijumpai pada buah
selama fase pemasakannya.Yang
pertama adalah pola klimakterik dan yang
kedua adalah
non-klimakterik. Karakteristik
pola respirasi
klimakterik dicirikan oleh adanya
peningkatan
signifikan laju respirasi saat
mulainya proses pemasakan
(ripening).
Peningkatan berlanjut
sampai tercapainya
puncak klimakterik. Buah yang menun-
jukkan pola respirasi ini dapat
dilihat
pada Tabel 4.2.
2.4.3. Transpirasi
Transpirasi adalah proses fisik di mana uap air lepas dari jaringan tanaman berevaporasi
ke
lingkungan sekitar.
Peranan dari
transpirasi
adalah melepaskan air ke luar
struktur tanaman
Tabel 4.1. Klasifikasi buah dan sayuran berdasarkan laju respirasinya.
Laju
sangat tinggi
|
Laju tinggi
|
Laju moderat
|
Laju rendah
|
Laju
sangat rendah
|
Asparagus
|
Alpokat
|
Aprikot
|
Apel
|
Kacang-
|
Brokoli Jamur
Pea
|
Artichoke
Blueberry
Brussel Sprout
|
pisang Sawi Paprika
|
Jeruk
Bawang putih
Anggur
|
kacangan
Kurma
|
Spinach
Jagung manis
|
Bunga kol Bunga potong Buncis hijau
|
wortel Cherry
Fig
|
Buah kiwi
Bawang merah Ketang
|
|
Raspberry
Bawang pre
StrawberI
|
Selada Nectarine
Peach
|
dewasa
Ubi jalar
|
||
Pear
|
||||
Plum
|
||||
Kentang muda
|
||||
Tomat
|
Tabel 4.2. Buah-buah yang tergolong klimakterik dan non-klimakterik.
KLIMAKTERIK
|
NON KLIMAKTERIK
|
Alvokad ( Persea Americana )
Pisang (Musa sepientum )
Nangka ( Artocarpus altilis )
Jambu ( Psidium guajava )
Mangga ( Mangivera indica )
Pepaya ( Carica papaya )
Markisa/passion fruit ( Passi flora edulis )
|
Buah Mete ( Anacardium occidentale )
Jeruk Bali / Grafe fruit (Citrus paradise )
Lemon (Citrus lemonia )
Lychee ( Litchi chinenses )
Orange (Citrus cinensis )
Nenas ( Ananas comosus )
|
untuk mengatur suhu bahan
tetap
normal melalui proses
pendinginan
eveporatif. Proses
fisiologis ini
menggunakan energi dari respirasi untuk merubah air menjadi
uap
air. Ingat perubahan
stadia dari
cair menjadi gas adalah membutuhkan energi. Transpirasi,
secara prinsip
terjadi pada daun melalui
struktur yang dinamakan stomata. Sebagai proses yang tipikal yang terjadi pada jaringan hidup,
transpirasi
dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis produk.
2.4.4. Pelayuan
Perkembangan buah dan sayuran dapat dibagi menjadi tiga
stadia fisiologis
utama
setelah
perkecambahan.
Ketiga stadia tersebut adalah Pertumbuhan,
Pendewasaan, dan Pelayuan.
Pertumbuhan meliputi pertambahan dalam ukuran dan bahan kering, Pendewasaan tumpang tindih
dengan Pertumbuhan dan melibatkan berbagai aktivitas, Pelayuan meliputi
pemecahan bahan kering. Pelayuan adalah proses fisiologis khusus mengakibatkan degradasi molekul
dengan
struktur yang komplek.
Tanda- tanda
Pelayuan dapat meliputi
pemecahan klorofil, serta
absisi daun dan petala.
Pelayuan ádalah
termasuk atau bagian dari kemunduran.
2.4.5. Pengaruh Suhu
Ada enam pengaruh suhu
langsung terhadap kemunduran yaitu:
·
Laju respirasi ditentukan oleh suhu produk.
·
Laju kehilangan air dari
produk pascapanen adalah secara langsung dipengaruhi oleh suhu lingkungan di mana produk
tersebut
ditempatkan.
·
Suhu
produk mempengaruhi seluruh aktivitas metabolisme
dalam
jaringan meliputi pula sintesa gas etilen, dan aktivitasnya, serta
sensitivitasnya bila di ekspos
dengan sumber
etilen eksternal.
·
Suhu
lebih
rendah
akan mengendalikan banyak mikroorga nisme penyakit yang menyebabkan
pembusukan.
·
Suhu rendah akan menurunkan aktivitas insekta dan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat membunuh
insek
tersebut.
·
Suhu lingkungan
dan suhu produk akan menentukan
besarnya pertumbuhan
dan
perkembangan setelah panen.
2.4.6. Pengaruh Gas Lingkungan
Ada empat jenis gas penting dalam periode pascapanen produk buah dan sayur. Gas-gas tersebut adalah
oksigen
(O2), karbon dioksida (CO2), etilen (C2H4) dan uap air (H2O). Udara normal adalah terdiri atas
78% Nitrogen, 21% oksigen, 0.03% Karbondioksida dan volatil- volatil lainnya (meliputi etilen) yang jumlahnya sekitar
1%.
Pergerakan gas masuk-keluar
produk
adalah proses difusi sederhana. Sebagai contoh, uap air akan bergerak baik ke luar dan ke dalam
produk
sepanjang waktu. Kehilangan akan
terjadi bila konsentrasi molekul uap air di dalam produk
adalah lebih besar dibandingan dengan lingkungan
udara sekitar.
Umumnya, produk
mempunyai kondisi hampir jenuh (97%
RH). Dengan demikian, bila udara lingkungannya mempunyai 97%
RH, maka akan
tidak terjadi kehilangan
air, karena laju
uap
air menuju keluar akan sama dengan laju uap air
masuk
ke dalam.
Akan tetapi, kelembaban relative
(RH) lingkungan
luar umumnya jauh lebih kecil.Oleh
karenanya, produk buah dan
sayur umumnya mengalami kehilangan air dan besar- kecilnya adalah
tergantung
pada perbedaan RH di dalam dan di luar produk.
Laju difusi gas dikendalikan oleh:
·Perbedaan konsentrasi antara lingkungan dalam produk dan
lingkungan luar (dalam kemasan atau ruang pendingin).
semakin besar perbedaan konsentrasinya, semakin
besar
laju difusi
gas
dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah.
·Pergerakan udara akan
mempengaruhi
difusi keseluruhan gas yang berdekatan dengan permukaan produk.
Tekanan udara
mempengaruhi laju
difusi gas.Dengan menurunnya tekanan udara, maka laju difusi meningkat.
Kehilangan
air akan
lebih
signifikan selama
transportasi udara.
Produk menghasilkan
CO2 melalui proses respirasi yang
berdifusi ke luar, dan
O2 yang
digunakan
dalam proses ini berdifusi
ke
dalam jaringan tanaman.Etilen dapat berdifusi dalam dua arah. Jika buah klimakterik mengalami pemasakan dan memproduksi banyak gas etilen yang
berdifusi keluar, produk lainnya yang disimpan bersamaan
dengan
buah yang
mengalami pemasakan
tersebut akan memberikan respon negatif. Dengan kata
lain,
proses pengendalian pemasakan seperti pada buah pisang,
adalah berdasarkan perlakuan etilen yang didifusikan ke dalam
produk untuk memacu proses pemasakan.
2.4.7. Pengaruh Respirasi
Proses fisiologi respirasi telah
dijelaskan sebelumnya.
Suplai
O2 harus
tetap dijaga pada produk dalam keseluruhan fase pascapanennya, untuk
melanjutkan proses hidupnya.Karena respirasi adalah
reaksi
bolak-balik,
maka memungkinkan mengatur konsentrasi O2 di lingkungan
atmósfera
sekitar
produk untuk memanipulasi laju difusi dan mempengaruhi laju
respirasinya. Hal yang sama, jumlah CO2 di lingkungan sekitar produk dapat ditingkatkan
untuk mengurangi laju difusinya keluar dari produk yang berakibat pada reaksi respirasi yang berbalik.
Produk buah dan sayur segar
beragam dalam hal
toleransinya terhadap
peningkatan
CO2 dan penurunan
O2.Hal di atas adalah
pengetahuan
dasar yang
digunakan untuk pengendalian
atau modifikasi atmosfer dalam penyimpanan atau pengemasan.
2.4.8. Pengaruh Etilen
Etilen adalah hormon
tanaman
alami yang penting pengaruhnya
terhadap pelayuan dan pemasakan dari buah klimakterik.Ada beberapa
karakteristik etilen yang perlu
dipertimbangkan
bila menguji
pengaruhnya
terhadap penampilan
produk pascapanen buah dan
sayur
segar. Etilen adalah :
·
gas volatil; secara fisiologis aktif dengan konsentrasi sangat
rendah
(0.01 ppm), memacu respon
kebanyakan jaringan.
·
autokatalitik,
artinya saat produksinya mulai dirangsang,
maka laju produksinya akan terus meningkat dengan laju peningkatan
tertentu (seperti bola salju menggelinding dari bukit).
·
diproduksi di dalam tanaman (etilen endogenous).Faktor
yang mempengaruhi laju produksinya adalah
varietas, stadia kematangan,
suhu, konsentrasi O2 dan CO2, dan dapat pula disebabkan oleh berbagai
bentuk pelukaan.
·
Terdapat
dilingkungan luar
tanaman
(etilen exogenous) dan akan memacu
produk untuk menghasilkan etilen endogenous.
Buah klimakterik dapat dipacu
kemasakannya dengan mengekpos produk
pada sumber etilen exogenous.Proses ini
dinamakan “Pengendalian Pemasakan”.
jika buah klimakterik telah mulai masak, buah tersebut menghasilkan
etilen dalam jumlah cukup banyak. Etilen yang dihasilkan
tersebut, dapat memulai proses pemasakan produk buah klimakterik yang sedang matang atau belum masak
atau meningkatkan kemunduran
mutu produk yang sensitive etilen. Karena itu, di dalam transportasi atau penyimpanan,buah klimakterik yang mengalami pemasakan sebaiknya tidak
ditempatkan bersamaan dengan
produk lainnya yang sensitive terhadap etilen.
Sumber etilen
eksternal dapat berasal dari hasil pembakaran minyak kendaraan bermotor, lampu fluorescence, bahan
tanaman
yang membusuk,aktivitas mikroorganisme, bakaran rokok, buah
yang mengalami pemasakan,
dan produk dengan luka
mekanis.
2.4.9. Kehilangan Air
Seperti disebutkan
sebelumnya,
kebanyakan produk buah dan
sayur
mempunyai kandungan
air tinggi, sehingga setelah
dipanen sangatlah
peka terhadap kehilangan air sejalan
dengan pemisahan dirinya dari sumber
suplai air, yaitu tanaman induknya.
Kehilangan air dapat
mengakibatkan
susut produk secara qualitatif dan
kuantitatif. Mengurangi
penampakan karena pelayuan dan pengkerutan, mengurangi sukulensi karena penurunan
turgiditas,
berkurangnya kerenyahan dan hilangnya juiceness,
semuanya adalah
kehilangan kualitatif.Untuk produk-produk yang dijual berdasarkan
berat, kehilangan air adalah bersifat kuantitatif. Kehilangan air
Sayuran sering
dipanen dari
tanaman induknya sebelum siklus
perkembangan hidupnya penuh
(seperti selada, mentimun, asparagus, wortel). Kebanyakan kelompok sayuran
tidak
mempunyai periode pemasakan dan tidak menunjukkan
peningkatan respirasi tiba-
tiba seperti halnya
pola klimakterik.
Tomat,
paprika dan melon walau diklasifikasikan
sebagai sayuran, namun
melakukan proses pemasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar