Jumat, 16 Mei 2014

makalah kesuburan tanah


BAB  I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi belum tentu tanah organik merupakan tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering digunakanyaitu rawa gambut yang terkadang diartikan sebagai lahan basah. Tanah gambutmerupakan tanah organik yang terbagi atas gambut berserat dan gambut tidak  berserat (Endah, 2002). Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan kedalam ordo Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol yang mempunyaiciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral. Tanah gambut sebagaitanah yang mengandung bahan organik lebih dari 20% (bila tanah tidak mengandung liat) atau lebih dari 30% (bila tanah mengandung liat 60% ataulebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih dari 40 cm. Berdasarkan pembentukannya, gambut dibedakan atas : gambut ombrogen, yaitu gambut yang pembentukannya dipengaruhi curah hujan. Gambut ini tergolong kurang subur,karena terbentuk dari tanaman pepohonan yang kadar kayunya tinggi. Selain itukarena pengaruh pasang surut air sungai atau laut yang tidak mencapai wilayahini, maka kondisi lahan miskin hara dan gambut topogen, yaitu gambut yang pembentukannya dipengaruhi keadaan topografi dan air tanah. gambut ini beradadikawasan tropik dan mempunyai kesuburan lahan relatif lebih baik. Susunankandungan senyawa organik dan hara mineral dari tanah gambut sangat beragam.Tergantung pada jenis jaringan penyusun gambut, lingkungan pembentukan dan perlakuan reklamasi. Senyawa organik utama terdapat dalam gambut antara lainhemiselulosa, selulosa, dan lignin. Selain senyawa tersebut jugat terdapat senyawa lanin dan resin dalam jumlah kecil. Karakteristik gambut adalah sifat-sifat dari badan alami yang terdiri dari atas sifat fisika, kimia, dan biologi serta macamsedimen dibawahnya, yang akan menentukan daya dukung wilayah gambut, menyangkut kapasitasnya sebagai media tumbuh, habitat biota, keanekaragamanhayati, dan hidrotopografi (Peraturan Menteri Pertanian, 2009).

1.2    Tujuan
Tujuan dibuat makalah ini adalah agar mahasiswa :
Ø Memahami  bagaimana cara mengelolah lahan gambut menjadi lahan hortikultura.




BAB II
Permasalahan dan Pembahasan
2.1 permasalahan
Salah satu sentra pertanian hortikultura di lahan gambut bisa ditemukan di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya. Subejo (44), petani di Desa Rasau Jaya III, mengatakan, perlu waktu bertahun-tahun bagi lahan gambut untuk bisa ditanami tanaman pangan dan hortikultura.Itu pulalah yang menyebabkan lahan gambut di wilayah pesisir, terutama lahan gambut dengan kedalaman kurang dari dua meter, menjadi lahan tidur selama bertahun-tahun. ”Banyak orang malas mengolah lahan gambut karena memang biaya yang diperlukan mahal, berbeda dengan jenis tanah di Jawa yang umumnya lebih subur,” kata petani pendatang asal Grobogan, Jawa Tengah, itu pada hari Rabu (17/11).
Rasau Jaya merupakan salah satu wilayah pesisir di Kalimantan Barat dengan jenis tanah yang paling dominan adalah lahan gambut. Pada tahun 1997 Subejo mencoba mengolah lahan gambut dengan terlebih dahulu menebarkan kapur. Kapur memiliki sifat menurunkan kadar asam. Namun, kapur saja belum cukup. Lahan gambut ternyata juga hanya memiliki unsur dominan nitrogen, padahal lahan akan cocok digunakan untuk bertani jika memiliki unsur lain, seperti fosfat, kalium, dan klorida.
”Satu hektar lahan gambut yang pertama kali akan digunakan untuk tanaman jagung, setidaknya membutuhkan modal sebesar Rp 8 juta hingga Rp 10 juta,” kata Subejo. Dari lahan seluas itu akan diperoleh penghasilan sekitar Rp 16 juta.
Kendati keuntungan masih sangat kecil, langkah Subejo memanfaatkan lahan gambut diikuti juga oleh petani-petani lain karena melihat bahwa lahan gambut bisa digunakan. ”Dari uji coba beberapa kali, ternyata yang paling ekonomis untuk pertanian di lahan gambut adalah sayuran dan buah-buahan. Namun, modalnya sangat besar,” kata Subejo.
Subejo memberi contoh, untuk komoditas semangka, misalnya, diperlukan modal Rp 25 juta per hektar, tetapi jika panen bagus akan memberikan penghasilan setidaknya Rp 60 juta dalam masa budidaya selama 90 hari. Komoditas melon dengan modal Rp 70 juta akan memberikan penghasilan Rp 140 juta.
Petani lain
Petani lahan gambut lainnya di Rasau Jaya, Junaedi, mengatakan, kerja keras di lahan gambut harus dilakukan terutama ketika musim kemarau. ”Saluran irigasi harus bagus supaya kadar air di tanah tetap normal ketika hujan tidak turun. Ketika panen, kadang-kadang juga saat pasang air sehingga perlu waktu panen lebih lama,” ujar Junaedi.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kalimantan Barat Hazairin mengatakan, para petani di lahan gambut memberi kontribusi penting dalam penyediaan sayuran dan buah di Kalimantan Barat. ”Kalimantan Barat bertekad mengurangi ketergantungan terhadap sayuran dan buah dari luar pulau. Sekarang, hanya komoditas tertentu, terutama sayuran dan buah dataran tinggi saja yang masih harus didatangkan. Selebihnya, sudah bisa diproduksi petani lokal,” kata Hazairin.
Selama beberapa dekade, Kalimantan Barat bergantung pada sayuran dan buah-buahan dari Pulau Jawa karena tidak banyak petani lokal yang memproduksinya. Itulah sebabnya kenapa harga sayuran dan buah relatif mahal di Kalimantan Barat, bahkan di pasar-pasar tradisional sekalipun.
Lewat orang-orang yang bertekun mengolah lahan gambut yang tidak termasuk dalam lahan gambut dilindungi karena memiliki kedalaman lebih dari dua meter, ketahanan pangan di Kalimantan Barat bisa dibangun dan dipertahankan. Mereka kembali memberi bukti bahwa kerja keras dan tidak kenal putus asa tetaplah memberi hasil yang setimpal. (aha).
2.2 Pembahasan
Kerberhasilan usaha pertanian dari lahan gambut sangat dipengaruhi oleh berbagai sifat tanah gambut dan cara pengelolaan air, tanah dan lingkungannya. Teknologi pengelolaan air harus disesuaikan dengan karakteristik gambut dan jenis tanaman. Untuk mendukung pertumbuhan tanaman pangan pada lahangambut diperlukan pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10-50 cmsedangkan untuk tanaman padi sawah di tanah gambut membutuhkan paritse dalam 10-30 cm. Tujuan dari pembuatan parit/drainase adalah untuk membuangkelebihan air sehingga akan tercipta keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian asam-asam organik. Pengelolaan tanah dalam upaya pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian harus berdasarkan padakonsep menyehatkan tanah terlebih dahulu (Sinartani, 2011). Amelioran adalah
 
 bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia (Najiyati, 2003). Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambutadalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat Ph secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama asam-asamorganik. Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Untuk menghemat biaya, upaya petani dalam meningkatkan kesuburan tanah dengan membakar seresah tanaman dan sebagian lapisan gambut kering sebelum bertanam. Dengan pembakaran tersebut petani mendapatkan bahan amelioran berupa abu yang dapat memperbaiki produktivitas gambut (Susilawati, 2011). Namun abu hasil pembakaran mudah hanyut dan efektivitasnya terhadap peningkatan kesuburan tanah tidak berlangsung lama. Akan tetapi upaya tersebutmeningkatkan emisi karbondioksida. Kriteria lahan gambut yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yakni: berada dalam kawasan budidaya, ketebalan lapisan kurang dari tiga meter, lapisan mineral di bawah gambut dan tingkat kematangan gambut (Peraturan Menteri Pertanian, 2009). Pengaturan drainase untuk lahan gambut sebagai berikut:
Jenis saluran
Lebar atas (m)
Lebar bawah (m)
Kedalaman (m)
Primer
3-6
1,2-1,8
1,8-2,5
Sekunder
1,8-2,5
0,6-0,9
1,2-1
Tersier
1-1,2
 0,5-0,6
0,9-1
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian, 2009.

Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan energi serta untuk mengimbangi meningkatnya permintaan bahan baku industri kertas banyak lahan gambut dialih fungsikan. Tahapan yang dilakukan dalam rangka perubahan fungsi lahan gambut terdiri atas drainase dan penanaman. Drainase dapat mengakibatkan subsiden, dengan atau tanpa pembakaran merupakan sumber emisi gas rumah kaca yang sangat besar. Besarnya emisi ditentukan oleh macam konversi lahan gambut dan tingkat kematangan gambut. Konversi lahan yang memerlukan drainase lebih besar akan meningkatkan emisi. Makin matang gambut emisi yang  dilepaskan makin rendah. Disamping itu, emisi juga ditentukan oleh lapisan substratum gambut. Gambut yang di bawahnya berupa lapisan tanah mineral yangmengandung basa polivalen tinggi akan makin kecil dalam melepaskan emisi. Ameliorasi untuk memperbaiki kesuburan tanah gambut juga dapat memacuemisi, karena ameliorasi akan menurunkan rasio C/N dan akan memacu dekomposisi gambut (Widyati, 2011). Hasil pengamatan Hidayanti dan Riwandi(2011) berdasarkan kedalaman saluran drainase diketahui bahwa rata – rata laju subsiden gambut 6,87 mm/3bulan, bulan pada kedalaman 0,75 m, sehingga secara umum laju subsiden gambut Fibrik akibat kombinasi perlakuan drainase dan pengapuran adalah 3,52 cm/tahun, dengan kisaran pH 5,79 – 6,79, kadar air 74,4% – 132,27 %, Penurunan kadar air dan peningkatan pH gambut yang semakin matang dengan nilai BV yang cenderung meningkat, dapat mempercepat terjadinya laju subsiden. Pemanfaatan tanah gambut mempunyai kendala dari gambut itu sendiri (inherent ) dan akibat reklamasi tanah sehingga terjadi  perubahan sifat fisik, kimia, dan biologis gambut. Untuk mengatasinya dengancara reklamasi, diantaranya membuat saluran drainase yang berfungsi untuk membuang kelebihan air, mengendalikan tinggi permukaan air, atau konservasiair. Cara yang lain, pengapuran berfungsi untuk meningkatkan pH tanah dan aktivitas jasad renik tanah sehingga mempercepat dekomposisi bahan organik (Nurzakilah dan Achmadi, 2001).



BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Sebagian dari lahan gambut telah dimanfaatkan untuk perluasan areal pertanian. Pengembangan lahan gambut tersebut didasarkan atas kebutuhan bahwa penyediaan tanah-tanah yang kesuburannya tinggi relatif berkurang atau langka.
Dalam pengelolaanya, masih dijumpai sejumlah kendala yang menghambat tercapainya produktivitas yang tinggi. Kendala tersebut meliputi kendala fisik, kendala kimia  dan kendala yang berkaitan dengan penyediaan dan tata pengelolaan air.
Dari hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi yang paling sesuai adalah tanaman hortikultura diikuti  tanaman perkebunan dan industri, tanaman pangan dan padi sawah.
Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar