BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Gambut
adalah tanah organik (organik soil) tetapi belum tentu tanah
organik merupakan tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga
sering digunakanyaitu rawa gambut yang terkadang diartikan sebagai lahan basah.
Tanah gambutmerupakan tanah organik yang terbagi atas gambut berserat dan
gambut tidak berserat (Endah, 2002). Dalam klasifikasi tanah, tanah
gambut dikelompokan kedalam ordo Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol
yang mempunyaiciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral. Tanah
gambut sebagaitanah yang mengandung bahan organik lebih dari 20% (bila tanah
tidak mengandung liat) atau lebih dari 30% (bila tanah mengandung liat 60%
ataulebih) dan tebalnya secara kumulatif lebih dari 40 cm. Berdasarkan pembentukannya,
gambut dibedakan atas : gambut ombrogen, yaitu gambut yang pembentukannya
dipengaruhi curah hujan. Gambut ini tergolong kurang subur,karena terbentuk
dari tanaman pepohonan yang kadar kayunya tinggi. Selain itukarena pengaruh
pasang surut air sungai atau laut yang tidak mencapai wilayahini, maka kondisi
lahan miskin hara dan gambut topogen, yaitu gambut yang pembentukannya
dipengaruhi keadaan topografi dan air tanah. gambut ini beradadikawasan tropik
dan mempunyai kesuburan lahan relatif lebih baik. Susunankandungan senyawa
organik dan hara mineral dari tanah gambut sangat beragam.Tergantung pada jenis
jaringan penyusun gambut, lingkungan pembentukan dan perlakuan reklamasi.
Senyawa organik utama terdapat dalam gambut antara lainhemiselulosa, selulosa,
dan lignin. Selain senyawa tersebut jugat terdapat senyawa lanin dan resin
dalam jumlah kecil. Karakteristik gambut adalah sifat-sifat dari badan
alami yang terdiri dari atas sifat fisika, kimia, dan biologi serta
macamsedimen dibawahnya, yang akan menentukan daya dukung wilayah gambut, menyangkut kapasitasnya sebagai media tumbuh, habitat biota,
keanekaragamanhayati, dan hidrotopografi (Peraturan Menteri Pertanian, 2009).
1.2 Tujuan
Tujuan dibuat makalah ini adalah agar mahasiswa :
Ø Memahami bagaimana cara
mengelolah lahan gambut menjadi lahan hortikultura.
BAB II
Permasalahan dan Pembahasan
2.1 permasalahan
Salah satu sentra
pertanian hortikultura di lahan gambut bisa ditemukan di Kecamatan Rasau Jaya,
Kabupaten Kubu Raya. Subejo (44), petani di Desa Rasau Jaya III, mengatakan,
perlu waktu bertahun-tahun bagi lahan gambut untuk bisa ditanami tanaman pangan
dan hortikultura.Itu pulalah yang
menyebabkan lahan gambut di wilayah pesisir, terutama lahan gambut dengan
kedalaman kurang dari dua meter, menjadi lahan tidur selama bertahun-tahun.
”Banyak orang malas mengolah lahan gambut karena memang biaya yang diperlukan
mahal, berbeda dengan jenis tanah di Jawa yang umumnya lebih subur,” kata
petani pendatang asal Grobogan, Jawa Tengah, itu pada hari Rabu (17/11).
Rasau Jaya merupakan salah
satu wilayah pesisir di Kalimantan Barat dengan jenis tanah yang paling dominan
adalah lahan gambut. Pada tahun 1997 Subejo mencoba mengolah lahan gambut
dengan terlebih dahulu menebarkan kapur. Kapur memiliki sifat menurunkan kadar
asam. Namun, kapur saja belum cukup. Lahan gambut ternyata juga hanya memiliki
unsur dominan nitrogen, padahal lahan akan cocok digunakan untuk bertani jika
memiliki unsur lain, seperti fosfat, kalium, dan klorida.
”Satu hektar lahan gambut
yang pertama kali akan digunakan untuk tanaman jagung, setidaknya membutuhkan
modal sebesar Rp 8 juta hingga Rp 10 juta,” kata Subejo. Dari lahan seluas itu
akan diperoleh penghasilan sekitar Rp 16 juta.
Kendati keuntungan masih
sangat kecil, langkah Subejo memanfaatkan lahan gambut diikuti juga oleh
petani-petani lain karena melihat bahwa lahan gambut bisa digunakan. ”Dari uji
coba beberapa kali, ternyata yang paling ekonomis untuk pertanian di lahan
gambut adalah sayuran dan buah-buahan. Namun, modalnya sangat besar,” kata
Subejo.
Subejo memberi contoh,
untuk komoditas semangka, misalnya, diperlukan modal Rp 25 juta per hektar,
tetapi jika panen bagus akan memberikan penghasilan setidaknya Rp 60 juta dalam
masa budidaya selama 90 hari. Komoditas melon dengan modal Rp 70 juta akan
memberikan penghasilan Rp 140 juta.
Petani lain
Petani lahan gambut
lainnya di Rasau Jaya, Junaedi, mengatakan, kerja keras di lahan gambut harus
dilakukan terutama ketika musim kemarau. ”Saluran irigasi harus bagus supaya
kadar air di tanah tetap normal ketika hujan tidak turun. Ketika panen,
kadang-kadang juga saat pasang air sehingga perlu waktu panen lebih lama,” ujar
Junaedi.
Kepala Dinas Pertanian,
Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kalimantan Barat Hazairin mengatakan, para
petani di lahan gambut memberi kontribusi penting dalam penyediaan sayuran dan
buah di Kalimantan Barat. ”Kalimantan Barat bertekad mengurangi ketergantungan
terhadap sayuran dan buah dari luar pulau. Sekarang, hanya komoditas tertentu,
terutama sayuran dan buah dataran tinggi saja yang masih harus didatangkan.
Selebihnya, sudah bisa diproduksi petani lokal,” kata Hazairin.
Selama beberapa dekade,
Kalimantan Barat bergantung pada sayuran dan buah-buahan dari Pulau Jawa karena
tidak banyak petani lokal yang memproduksinya. Itulah sebabnya kenapa harga
sayuran dan buah relatif mahal di Kalimantan Barat, bahkan di pasar-pasar
tradisional sekalipun.
Lewat orang-orang yang
bertekun mengolah lahan gambut yang tidak termasuk dalam lahan gambut dilindungi
karena memiliki kedalaman lebih dari dua meter, ketahanan pangan di Kalimantan
Barat bisa dibangun dan dipertahankan. Mereka kembali memberi bukti bahwa kerja
keras dan tidak kenal putus asa tetaplah memberi hasil yang setimpal. (aha).
2.2 Pembahasan
Kerberhasilan
usaha pertanian dari lahan gambut sangat dipengaruhi oleh berbagai sifat
tanah gambut dan cara pengelolaan air, tanah dan lingkungannya. Teknologi
pengelolaan air harus disesuaikan dengan karakteristik gambut dan jenis
tanaman. Untuk mendukung pertumbuhan tanaman pangan pada lahangambut diperlukan
pembuatan saluran drainase mikro sedalam 10-50 cmsedangkan untuk tanaman padi
sawah di tanah gambut membutuhkan paritse dalam 10-30 cm. Tujuan dari pembuatan
parit/drainase adalah untuk membuangkelebihan air sehingga akan tercipta
keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman, dan mencuci sebagian
asam-asam organik. Pengelolaan tanah dalam upaya pemanfaatan lahan gambut
sebagai lahan pertanian harus berdasarkan padakonsep menyehatkan tanah terlebih
dahulu (Sinartani, 2011). Amelioran adalah
bahan
yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi
fisik dan kimia (Najiyati, 2003). Kriteria amelioran yang baik bagi lahan
gambutadalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan
derajat Ph secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan
unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama
asam-asamorganik. Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik.
Untuk menghemat biaya, upaya petani dalam meningkatkan kesuburan tanah
dengan membakar seresah tanaman dan sebagian lapisan gambut kering
sebelum bertanam. Dengan pembakaran tersebut petani mendapatkan bahan
amelioran berupa abu yang dapat memperbaiki produktivitas gambut (Susilawati,
2011). Namun abu hasil pembakaran mudah hanyut dan efektivitasnya
terhadap peningkatan kesuburan tanah tidak berlangsung lama. Akan tetapi
upaya tersebutmeningkatkan emisi karbondioksida. Kriteria lahan gambut yang
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yakni: berada dalam kawasan budidaya,
ketebalan lapisan kurang dari tiga meter, lapisan mineral di bawah gambut dan
tingkat kematangan gambut (Peraturan Menteri Pertanian, 2009). Pengaturan
drainase untuk lahan gambut sebagai berikut:
Jenis saluran
|
Lebar atas (m)
|
Lebar bawah (m)
|
Kedalaman (m)
|
Primer
|
3-6
|
1,2-1,8
|
1,8-2,5
|
Sekunder
|
1,8-2,5
|
0,6-0,9
|
1,2-1
|
Tersier
|
1-1,2
|
0,5-0,6
|
0,9-1
|
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian, 2009.
Dalam
rangka meningkatkan ketahanan pangan dan energi serta untuk mengimbangi
meningkatnya permintaan bahan baku industri kertas banyak lahan gambut dialih fungsikan.
Tahapan yang dilakukan dalam rangka perubahan fungsi lahan gambut terdiri atas
drainase dan penanaman. Drainase dapat mengakibatkan subsiden, dengan atau
tanpa pembakaran merupakan sumber emisi gas rumah kaca yang sangat besar.
Besarnya emisi ditentukan oleh macam konversi lahan gambut dan tingkat
kematangan gambut. Konversi lahan yang memerlukan drainase lebih besar akan
meningkatkan emisi. Makin matang gambut emisi yang dilepaskan makin
rendah. Disamping itu, emisi juga ditentukan oleh lapisan substratum gambut.
Gambut yang di bawahnya berupa lapisan tanah mineral yangmengandung basa
polivalen tinggi akan makin kecil dalam melepaskan emisi. Ameliorasi untuk
memperbaiki kesuburan tanah gambut juga dapat memacuemisi, karena ameliorasi
akan menurunkan rasio C/N dan akan memacu dekomposisi gambut (Widyati, 2011).
Hasil pengamatan Hidayanti dan Riwandi(2011) berdasarkan kedalaman saluran
drainase diketahui bahwa rata – rata laju subsiden gambut 6,87
mm/3bulan, bulan pada kedalaman 0,75 m, sehingga secara umum laju subsiden
gambut Fibrik akibat kombinasi perlakuan drainase dan pengapuran adalah
3,52 cm/tahun, dengan kisaran pH 5,79 – 6,79, kadar air
74,4% – 132,27 %, Penurunan kadar air dan peningkatan pH gambut yang
semakin matang dengan nilai BV yang cenderung meningkat, dapat mempercepat terjadinya
laju subsiden. Pemanfaatan tanah gambut mempunyai kendala dari gambut itu
sendiri (inherent ) dan akibat
reklamasi tanah sehingga terjadi perubahan sifat fisik, kimia, dan
biologis gambut. Untuk mengatasinya dengancara reklamasi, diantaranya membuat
saluran drainase yang berfungsi untuk membuang kelebihan air,
mengendalikan tinggi permukaan air, atau konservasiair. Cara yang lain,
pengapuran berfungsi untuk meningkatkan pH tanah dan aktivitas jasad renik
tanah sehingga mempercepat dekomposisi bahan organik (Nurzakilah dan
Achmadi, 2001).
BAB
III
Penutup
3.1
Kesimpulan
Sebagian dari lahan gambut telah dimanfaatkan untuk perluasan areal pertanian. Pengembangan lahan gambut tersebut
didasarkan atas kebutuhan bahwa penyediaan tanah-tanah yang kesuburannya tinggi relatif berkurang
atau langka.
Dalam pengelolaanya, masih dijumpai sejumlah kendala yang menghambat
tercapainya produktivitas yang tinggi. Kendala tersebut meliputi kendala fisik,
kendala kimia dan kendala yang berkaitan dengan
penyediaan dan tata pengelolaan air.
Dari hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditi yang paling sesuai
adalah tanaman hortikultura diikuti tanaman perkebunan dan industri,
tanaman pangan dan padi sawah.
Daftar
Pustaka
http://www.academia.edu/3554385/Pemanfaatan_Lahan_Gambut_untuk_Pertanian?login=&email_was_taken=true
Tidak ada komentar:
Posting Komentar